Seminggu yang lalu isteriku Susan,
berulang tahun yang ke dua puluh enam dan untuk merayakannya, kami
sepakat untuk mengadakan pesta yang spesial untuknya. Dia ingin
mengundang beberapa temannya saat kuliah yang sudah lama tak bertemu dan
belum pernah aku kenal sebelumnya. Aku sedikit merasa ragu apa itu ide
yang bagus, tapi karena Susan belum pernah sekalipun reuni semenjak dia
lulus, dia bilang sangat kangen dengan teman temannya dan ditambah
dengan beberapa rayuan darinya, akhirnya dia berhasil mendapatkan
persetujuanku.
Alasan
kenapa aku merasa agak ragu adalah karena Susan adalah tipe gadis pesta
saat kuliah dulu, sedangkan aku kebalikannya. Setidaknya itu yang
kudengar dari beberapa orang dan dari mulutnya sendiri saat dalam
kondisi mabuk. Dia mengaku pernah berpesta dengan sekumpulan
teman-temannya yang ‘gila’ dan ‘berpasangan’ dengan hampir semua cowok
yang hadir. Aku tak tahu apa yang dia maksud dengan ’berpasangan’ tapi
kuputuskan untuk tak menanyakannya lebih jauh.
Susan sendiri adalah seorang
wanita cantik dengan rambut bergelombang sebahu dan senyuman yang
menawan. Tinggi dan berat tubuhnya rata-rata, dengan paha langsing yang
berujung pada pantatnya yang montok kencang. Dadanya tak begitu besar
namun penuh dan bulat. Aku merasa bangga dengan keindahan tubuhnya dan
sering aku menyuruh dia untuk memamerkannya. Saat pergi ke pantai,
selalu kurayu dia agar melepaskan bikini atasnya kala malam hari dan
berjalan denganku di sepanjang pantai. Dan aku merasakan sebuah getaran
aneh setiap kali melihat beberapa orang, terutama pria yang berpapasan
dengan kami mencuri pandang ke arah dadanya. Susan selalu berpura-pura
merasa malu tapi aku yakin kalau dia menikmati itu semua, sama
sepertiku.
Pada malam saat hari pesta tiba,
dia memakai tank-top dengan belahan rendah berpadu dengan bawahan lebar
selutut. Dia merasa sangat excited untuk berjumpa dengan teman-teman
lamanya. Kami pergi keluar untuk dinner sebelumnya dan saat dinner,
kuperhatikan dia menenggak wine lebih banyak dari biasanya. Dia selalu
jadi horny kalau mengkonsumsi alkohol dan malam ini tak terkecuali. Saat
perjalanan pulang ke rumah, tangannya tak pernah lepas dari
selangkanganku. Tapi aku sedang mengemudi dan aku ingin tiba dengan
selamat sampai di rumah, jadi kutepis tangannya.
"Sayang, mungkin aku akan menikmati pestaku dan have some fun malam ini. Jadi jangan marah, ya?"
"Apa maksudmu?" tanyaku merasa agak gusar.
"Aku sudah berteman sangat lama
dengan teman-temanku ini, wanita dan prianya juga. Dan kita sudah
mengalami banyak hal bersama, jadi mungkin nanti pestanya akan sedikit
gila-gilaan dan penuh permainan dengan meraka," ucapnya.
"Ok..." jawabku, tak tahu harus merespon bagaimana.
"Berjanjilah padaku kamu tak
akan jealous kalau nanti ada permainan yang agak nakal dan liar
berlangsung. Lagipula kamu selalu menyuruhku untuk memamerkan tubuhku
kan?"
"Well, baiklah. Hanya saja, kamu tahu, jangan terlalu gila," jawabku.
"Oh sayang, I love you," jawabnya dan mendekatkan diri padaku untuk memberiku sebuah ciuman di pipi.
Di sisa perjalanan pulang Susan
mengganti topik pembicaraan, tapi otakku masih tetap tersangkut pada
pestanya nanti. Memang kuakui aku suka saat dia mempertontonkan
keindahan tubuhnya, tapi melakukannya dihadapan orang-orang yang dia
kenal, lain lagi jadinya. Namun, sebesar rasa gundah ini, tak kupungkiri
betapa besarnya birahiku sendiri. Permainan gila dan nakal macam apakah
yang dia sebutkan tadi?
Aku tak punya banyak waktu untuk
memikirkannya. Baru saja sejenak kami masuk ke dalam rumah, sudah
terdengar bel pintu depan berbunyi. Untunglah kami sudah mempersiapkan
semua keperluan pesta sebelum keluar dinner tadi. Susan bergegas menuju
pintu depan, roknya terlihat terayun naik turun. Kuperhatikan kemudian
kalau dibalik rok pendeknya tersebut dia memakai celana dalam berwarna
hitam berenda yang sangat seksi.
Pintu terbuka dan masuklah
seorang perempuan cantik sedikit lebih tinggi dari Susan, berambut lurus
panjang, memakai blouse berkancing dan jeans yang ketat. Sewaktu dia
melihat Susan dia langsung memekik dan keduanya langsung saling
berpelukan. Susan menoleh ke arahku dan berkata, "Sayang, ini Maggie!
Kita teman sekamar semasa kuliah dulu!"
Kuulurkan tangan dan menyapa
Maggie, kurasa kalau Susan ingin bermain sedikit nakal dan liar dengan
wanita seperti ini, aku sama sekali tak merasa keberatan.
Beberapa jam berikutnya, lebih
banyak orang lagi yang datang, semuanya sekitar tiga puluhan, pria dan
wanita seimbang banyaknya dan semua terlihat menarik. Susan menyambut
mereka semua dengan jeritan dan pelukan hangat, sejujurnya terlalu
hangat bagiku. Ada satu orang meremas pantatnya saat isteriku tengah
memberinya pelukan selamat datang. Dia menjerit lagi dan memukul bahu
pria yang meremas pantatnya tadi. Lalu dia menoleh ke arahku dan
berkata, "Sayang, ini Richard. Richard, kenalkan ini suamiku, John!"
"Bagaimana kabarmu?" sapa
Richard dengan tersenyum lebar seraya mengulurkan tangannya untuk
menjabat tanganku. Dia sama sekali tidak terlihat jengah mengetahui
kalau aku telah memergokinya meremas pantat isteriku dan sepertinya dia
merasa hal itu tak ada bedanya dengan sebuah pelukan biasa saja. Aku
merasa agak tercengang, tapi aku berusaha untuk menjaga perasaanku dan
menyambut uluran tangannya dengan tersenyum. Aku lihat hal tersebut
bukan masalah besar bagi dia dan tak seharusnya aku terlalu
memikirkannya juga.
Setelah beberapa jenak, pesta
sudah mulai sangat meriah. Kusibukkan diri dengan sering pergi ke dapur
untuk mengambil minuman dan hanya berlalu lalang dikeramaian karena
semua teman lama isteriku ini tak ada yang kukenal sebelumnya. Aku
mencoba untuk berbaur dengan mereka, bercanda dengan Maggie dan beberapa
teman Susan yang lain, tapi tetap saja aku merasa sangat canggung di
tengah keriuahan pesta ulang tahun isteriku sendiri ini.
Adakalanya aku perhatikan
beberapa pria terlihat menggoda, bahkan mereka menyentuh tubuh Susan.
Dan bahkan salah seorang pria yang bernama Tim memegang dan sekaligus
meremas salah satu payudara isteriku. Aku sedang berada agak jauh dari
mereka saat kejadian tersebut terjadi dan tak tahu apa yang menjadi
penyebabnya, tapi Susan dan beberapa teman wanitanya hanya menanggapinya
dengan tertawa dan bahkan kemudian Susan membalasnya dengan meremas
selangkangan Tim!
Kejadian seperti itu terjadi di
sana sini, membuatku merasa cemburu dan juga horny. Belum pernah kulihat
pria dengan terang-terangan menggoda dan bahkan menyentuh tubuh
isteriku. Dan aku sendiri merasa terkejut dengan besarnya rangsangan
birahi yang kudapat saat menyaksikan itu semua. Aku merasa seharusnya
aku mendatangi mereka dan mengatakan sesuatu, mungkin seharusnya aku
merangkul mesra isteriku agar semua yang ada di sini tahu kalau Susan
adalah isteriku, tapi aku sendiri merasa terkejut karena aku tak
melakukan tindakan apapun.
Setelah beberapa jam berlalu,
semua orang tampak sudah minum banyak dan mereka terlihat sudah mulai
lepas kendali. Pada obrolanku dengan teman Susan, aku mengetahui kalau
hampir semua wanita dan pria dalam grup ini pernah berhubungan seks satu
sama lain setidaknya satu kali, termasuk Susan. Belumpernah kudengar
hal ini sebelumnya dan aku merasa sedikit shock saat mengetahui bahwa
Susan pernah berhubungan seks dengan pria-pria ini. Semua orang dalam
grup ini begitu akrab satu sama lainnya.
Ketika aku berjalan keluar dari
dapur, kudengar seseorang berteriak, "Strip rules!" Semua orang tertawa
dan berteriak riuh, tapi tak seorangpun yang melakukan sesuatu. Aku
merasa bingung, tapi ada seorang pria yang mengatakan padaku saat dia
berjalan menuju ke dapur, kalau selama pesta saat kuliah, grup ini
memang punya aturan "strip rules" tadi, dimana ada sebuah aturan yang
dibuat dan jika ada seseorang yang melanggarnya harus melepaskan satu
pakaian yang mereka kenakan. Kelihatannya beberapa menit tadi ada
seseorang yang mengatakan sangat membosankan rasanya terlalu banyak
orang yang berkata “suka” dan dari situ dengan cepat bergulirlah bahwa
jangan mengucapkan kata “suka” adalah salah satu dari aturan tersebut.
Belum beberapa lama pria tadi
menjelaskan hal itu padaku, terdengar teriakan riuh dari ruang keluarga.
Aku mendekat dan salah satu teman Susan yang bernama Emily tengah
menghentakkan kakinya ke lantai dengan raut wajah kesal. Semua orang
mulai berteriak, bahkan para wanitanya juga "Lepas! Lepas!". Emily mulai
melepaskan sepatu yang dia pakai, yang langsung diikuti dengan tepuk
tangan dan gerutuan.
Beberapa menit berikutnya
kudengar teriakan lagi dan kali ini saat aku menengok, kulihat Susan
berdiri di tengah lingkaran. Dia tertawa dan menutupi wajah dengan kedua
telapak tangannya,lalu melepaskan sepatunya juga.
Selang tiga puluh menit
berikutnya, semakin banyak orang yang dapat hukuman untuk melepaskan apa
yang mereka pakai. Kupikir berat untuk tak mengucapkan kata “suka”,
tapi ada beberapa orang yang kelihatannya sengaja mengucapkannya, seakan
memang meraka ingin melepas apa yang mereka kenakan.
Emily mengucapkan kata larangan
lagi dan kini dia melepaskan bajunya hingga bra berenda warna ungu yang
membungkus dadanya sekarang terpampang bebas. Beberapa orang pria
berakhir dengan telanjang dada, termasuk Richard, yang memiliki bentuk
tubuh kekar atletis. Susan memandangi tubuhnya beberapa lama begitu dia
bertelanjang dada, yang membuatku merasa tak nyaman. Aku semakin merasa
tak nyaman saat kudengar Susan mengucapkan kata larangan tersebut hampir
sesaat setelah Richard melepaskan bajunya tadi. Dan saat mata semua
orang tertuju padanya, tangannya menyelinap ke dalam baju dan melepaskan
pengait bra yang dia pakai. Dia melepaskannya dengan tanpa membuka baju
yang dia pakai, kemudian menyodorkannya pada Richard dengan tertawa
riang. Richard menerimanya dan berpura-pura seakan sedang mencumbu bra
tersebut, lalu melemparkannya ke samping begitu saja.
Sekarang Susan sudah tak memakai
bra, dapat kulihat bagaimana terangsangnya dia. Putingnya tercetak
jelas, menonjol keluar dari balik tank-topnya yang sangat ketat. Setiap
kali dia melangkah, membuat payudaranya berguncang dan kala dia berjalan
berkeliling, dia dapatkan perhatian dari para pria yang dia lalui.
Beberapa waktu kemudian, lebih
banyak lagi wanita yang tinggal bra saja sebagai penutup tubuh atas
mereka. Satu dari mereka, Melissa, bahkan kini hanya mengenakan bra dan
celana dalam saja. Kebanyakan para prianya bertelanjang dada dan dua
atau tiga diantaranya bahkan hanya boxer saja yang tersisa. Aku masih
berpakaian utuh, itu karena aku hampir sama sekali tak bicara dan itu
adalah sebuah sisi baiknya. Tetapi yang ada diselangkanganku sekarang
sudah sekeras batu menyaksikan para pria memandangi isteri cantikku
dengan payudaranya yang terayun menggoda. Aku yakin mereka tengah
membayangkan seperti apakah kedua daging kenyal tersebut dibalik
tank-topnya.
Namun kemudian keadaan mulai
berubah, beberapa pria itu sudah tak lagi hanya puas dengan bayangan
imajinasi mereka. Saat aku tengah menatap Melissa dengan pakaian
dalamnya, dari sudut mataku kutangkap sosok Tim yang bergerak ke
belakang Susan. Dia sedang berdiri di depan grup yang besar, tengah asik
bercerita dan dia sama sekali tak menyadari kehadiran Tim. Tim
tiba-tiba muncul begitu saja tepat di belakangnya dan langsung
mencengkeram tepian tank-topnya, lalu dengan cepat menariknya ke atas
hingga sebatas leher. Payudaranya yang penuh dengan puting nan besar
langsung melompat berguncang ke hadapan semua mata yang ada di depannya
dan langsung disambut oleh teriakan riuh mereka. Susan pura-pura marah
dan segera menurunkan tank-topnya, menepiskan tangan Tim lalu kemudian
meneruskan kembali ceritanya seakan tak terjadi apa-apa.
Aku merasa cemburu tapi
sekaligus terangsang. Semua yang berada dalam ruangan itu telah melihat
payudara isteriku dan dia terlihat tak merisaukannya sama sekali. Aku
tak tahu apa yang harus kulakukan, hingga aku hanya berdiri saja di
tempatku, menyaksikan semua tingkah laku mereka. Tim berjalan menjauh
dan tangannya diangkat untuk melakukan toas dengan sekelompok pria, lalu
pergi mendekati Maggie dan mulai menggodanya.
Setelah beberapa menit berlalu,
Susan bejalan mendekatiku. Terlihat jelas dia sudah mabuk, mukanya merah
dan jalannya agak sempoyongan. "Oh, sayang, kamu tidak jealous, kan?"
tanyanya. "Mereka kan sudah pernah melihat sebelumnya. Dulu kami sering
melakukan permainan yang seperti tadi. "
"It's okay, itu membuatku horny," jawabku, sejujurnya tak yakin apakah yang aku katakan ini bohong atau tidak. "Go have fun."
Senyumannya semakin lebar dan
dia menciumku begitu dalam. "I love you!" bisiknya, lalu melenggang
pergi untuk bergabung kembali dengan teman-temannya.
Setelah ’pertunjukan payudara’
Susan yang singkat tadi, lebih banyak orang lagi yang semakin berani
memperlihatkan bagian tubuh mereka yang masih berpenutup. Salah seorang
pria yang hanya memakai boxer maju ke tengah lingkaran kerumunan dan
melakukan gerakan layaknya seorang stripper. Sebagai balasannya, Emily
menaikkan bra-nya. Karena payudaranya berukuran lebih besar dari milik
Susan dan juga dia terus tertawa renyah, dia jadi agak sedikit kesulitan
saat berusaha menurunkan bra-nya untuk menutupi kembali payudaranya.
Tim kembali mengangkat naik baju salah seorang wanita, tapi wanita
tersebut masih memakai bra dan tiba-tiba dia berbalik untuk membetot
turun celana Tim. Tim hanya tertawa tergelak dan melangkah keluar dari
celananya, lalu melenggang hanya dengan boxer yang masih tersisa
menutupi tubuhnya.
Aku melangkah menuju ke arah
dapur untuk mengambil sebotol bir lagi, tapi saat aku masuk ke dalam
dapur kutemukan dua orang yang tengah asik bercumbu. Keduanya hanya
memakai pakaian dalam saja, meskipun aku tak tahu apakah pakaian mereka
terlepas karena permainan tadi ataukah baru saja mereka lolosi saat
bercumbu. Kuambil birku dan melangkah keluar dari dalam dapur tanpa
keduanya menyadari kehadiranku.
Tepat saat aku memasuki ruang
keluarga, kusaksikan Susan yang tengah menertawakan Richard yang sedang
melakukan gerakan menggoyang dan semua orang bisa dengan jelas melihat
batang penisnya terayun di dalam boxernya. Tiba-tiba saja dia menurunkan
boxernya, memperlihatkan sebatang penis yang besar dan panjang. Susan
tak mampu menahan pekikan terkejutnya yang disusul derai tawanya yang
keras. Alisku mengernyit, sama sekali aku tak mengharapkan melihat
seorang pria telanjang dan kenyataan kalau Richard begitu besar
dibandingkan aku, semakin membuatku merasa cemburu.
Tak berapa lama kemudian, ada
seseorang yang mengganti musik, dari band menjadi R&B modern.
Beberapa kelompok wanita mulai berdansa ditengah ruang keluarga dan
beberapa pria kemudian bergabung menyusul mereka, tapi kebanyakan mereka
menyingkir untuk memberikan ruang dan asik mengobrol di sudut ruangan.
Aku melangkah menuju ke ruang
makan dan berdiam diri di sana, berusaha untuk mengenyahkan bayangan
penis Richard dan reaksi Susan dari dalam kepalaku.
Ketika aku kembali lagi ke ruang
keluarga, seseorang telah meredupkan lampunya dan ada beberapa pasangan
dengan tubuh merapat erat berdansa di tengah ruangan dengan diiringi
musik yang slow. Beberapa yang lainnya hanya menggoyangkan tubuhnya saja
mengikuti alunan musik. Kulihat Susan dan Maggie sedang asik saling
berbisik di salah satu sudut ruangan. Lalu mereka berpisah, Maggie
melangkah ke tengah ruangan dan Susan berjalan menuju ke arahku.
Susan menggelayut merapat
tubuhku dan berbisik di telingaku. "Sayang, kamu selalu ingin agar aku
memamerkan tubuhku, kan? Itu membuatmu horny, benar bukan?"
"Yeah – yeah," jawabku asal. "Maksudku, kalau memang kamu mau. Lakukanlah."
Sama sekali tak terdengar nada
semangat, tapi itu sudah cukup baginya. Dia mencium pipiku dan kemudian
melangkah ke tengah ruangan menyusul Maggie.
Keduanya mulai berdansa dan
menggoyangkan pinggul mereka dengan begitu erotis mengikuti irama musik.
Saat meliukkan tubuhnya, perlahan Maggie mulai melepaskan kancing
blousenya dan segera saja orang-orang mulai bersiul, berteriak riuh
rendah menyambutnya. Dia buka blousnya, memperlihatkan sepasang payudara
terbungkus bra berwarna hitam.
Yang membuatku terkejut, Susan
mulai menaikkan tank-topnya juga. Sekali lagi, payudaranya tersaji
dihadapan mata mereka semuanya dan saat dia menaikkan tank-topnya lepas
melewati kepala, sepasang payudaranya jadi terangkat naik dengan
kencang. Sorakan bergemuruh semakin keras memenuhi ruangan dan Susanpun
melempar jauh tank-topnya begitu saja.
Isteriku terlihat begitu
mempesona. Payudaranya terayun lembut seiring tiap gerakan pelannya dan
puting merahnya telah mencuat keras seakan menantang semua mata yang
sedang menatapnya. Aku hanya bisa menyaksikanya saja, mendapati semua
orang sekarang dapat melihat dengan bebas keindahan payudara bulat dan
perut kencangnya. Aku benar-benar terangsang begitu hebat dan juga
terlihat jelas, namun tentu saja tak ada seorangpun yang menaruh
perhatian pada bagian depan celanaku yang menggembung.
Lagu slow usai dan berganti
dengan lagu berirama cepat, Susan dan Maggie mulai menggerakkan tubuh
mereka semakin cepat. Beberapa pria mulai bergabung dengan mereka dan
segera saja isteriku berada di tengah himpitan dua orang pria yang
merapat tubuhnya erat. Pria yang di depannya masih berpakaian utuh, tapi
pria yang di belakangnya hanya memakai boxer saja. Aku yakin kalau
sedang pria itu menggesekkan penisnya ke pantat isteriku dan Susan juga
membalas dengan gesekan pantatnya ke belakang. Senyuman masih terkembang
di wajah Susan, tapi mimik wajahnya terlihat berubah lebih erotis. Pria
yang di depannya kini melepaskan bajunya dan mulai menggesekkan dada
telanjangnya ke payudara isteriku. Sedangkan tangan pria dibelakangnya
mulai bergerak naik turun membelai kedua paha isteriku dari balik
roknya.
Suasana mulai bertambah berat
sekarang, tapi aku tetap tak mampu bergerak. Sudah sejauh ini aku ikut
menikmati semuanya, kurasa akan terlihat sangat konyol jika aku akan
menghentikan pesta saat ini. Sebaliknya, aku palingkan pandangan ke arah
Maggie, separuh hatiku berharap saat aku menoleh kembali ke arah Susan,
kedua pria itu sudah pergi. Maggie sedang berdansa dengan Tim,
menggoyangkan pantatnya menggoda selangkangan Tim, yang kedua tangannya
sedang sibuk bermain dengan payudaranya yang masih tetap tertutup oleh
bra. Maggie lebih terlihat hanya sedang bermain-main saja, meskipun
dengan seorang pria yang tengah merabai tubuhnya dan itu membuatku
merasa bahwa isteriku sedang menghianatiku.
Saat pandanganku kembali ke arah
Susan, pria yang dibelakangnya masih ada, tapi yang di depannya sudah
pindah berdansa dengan wanita lainnya lagi. Aku merasa agak sedikit
lega, namun kedua tangan pria yang dibelakangnya itu sekarang sedang
berada di dada isteriku, menarik dan memilin kedua putingnya. Kedua mata
isteriku terpejam, tapi aku tak tahu apakah dia tengah menikmati apa
yang dilakukan pria itu padanya ataukah hanya sedang menikmati alunan
musik saja. Tiba-tiba saja tangan pria itu bergerak turun ke paha
isteriku lagi dan bergerak naik, masuk ke balik roknya. Isteriku
menjerit tercekat dan kemudian tertawa manja, tapi sama sekali tak
melakukan sesuatu untuk mencegahnya.
Detik berikutnya tangan pria itu
bergerak turun dan kusaksikan dia sedang menarik turunkan celana dalam
isteriku. Terus dia turunkan hingga lututnya lalu membetotnya dengan
cepat hingga celana dalam itupun robek. Pria itu meneriakkan tanda
kemenangannya dan melemparkan celana dalam isteriku jauh ke sudut ruang,
sedangkan isteriku hanya tertawa saja.
Orang-orang yang melihat
kejadian itu bertepuk tangan dan berteriak riuh. Susan menoleh ke arahku
lalu tertawa dan mengangkat jari tengahnya ke arah para pria, kemudian
membalikkan ujung roknya cukup tinggi untuk memperlihatkan sekilas
vaginanya pada mereka. Teriakan terdengar semakin bertambah keras dan
Susan kembali ke tengah ruangan untuk kembali berdansa dengan beberapa
teman wanitanya.
Kurasakan nafasku sesak dan
seakan ada ganjalan besar di dadaku. Isteriku hanya memakai rok dan baru
saja mempertontonkan vaginanya kepada teman-tamannya dan itu terjadi
setelah seorang pria menggerayangi tubuhnya untuk beberapa lama. Aku
menoleh ke arah Maggie, berharap mungkin dia sama telanjangnya dan itu
akan membuatku merasa lebih baik, tapi Maggie masih tetap memakai bra
dan jeansnya. Dia sudah tak berdansa sekarang dan sedang mengobrol
dengan beberapa pria dengan ereksi yang terlihat jalas dari balik boxer
mereka.
Aku kembali menoleh ke arah
Susan. Dia masih berdansa dengan teman wanitanya, tapi terlihat jelas
kalau dia sedang memberikan tontonan pada para pria yang menyaksikannya.
Lagu yang mengalun berirama lumayan cepat dan dia benar-benar
memanfaatkan irama tersebut, bergoyang dan meliukkan tubuhnya dengan
cepat dan liar. Payudaranya memantul dan bergoncang serta roknya
terkibar naik turun. Beberapa kali rok tersebut terangkat cukup tinggi
dan kembali mempertontonkan vaginanya dengan bebas. Rambut kemaluannya
yang dicukur pendek tampak begitu hitam kontras di atas kulitnya yang
putih.
Semua mata para pria tertuju
padanya, bahkan para pria yang sedang mengobrol dengan wanita di
depannya. Meskipun sama sexynya dengan para wanita dalam ruangan ini,
tapi isteriku satu-satunya yang telanjang dada dan dia juga menyuguhkan
sebuah tontonan yang mengalahkan semua yang dilakukan wanita lainnya.
Mereka yang berada di hadapan isteriku mendapatkan suguhan pemandangan
payudara dan selangkangannya sedangkan yang berada di belakangnya
mendapatkan tontonan pantatnya yang sekal kencang.
Susan terlihat melakukan itu
semua dengan sengaja, menggoyangkan pinggulnya dengan liar agar ujung
roknya dapat terlempar sedikit naik turun lalu menghentakkannya cukup
keras hingga ujung roknya tersibak naik seutuhnya. Tampak jelas dia
nikmati semua perhatian yang dia dapatkan, bisa kulihat vaginanya
berkilau oleh basahnya.
Lagunya selesai seiring dengan
habisnya CD. Saat salah seorang wanita mengganti CD, Susan berjalan ke
arahku. Sebelum dapat kuucapkan sepatah kata, dia memelukku erat dan
mencium bibirku dengan keras. Dapat kurasakan payudaranya menempel pada
bajuku dan ereksiku yang menyodok ke perutnya.
"Kamu sungguh baik," katanya. "Aku senang kamu tidak marah pada kelakuan kami yang sedikit gila-gilaan."
Ingin kukatakan kalau aku mulai
merasa marah dan kelihatannya hanya dia saja satu-satunya yang having
fun – tak ada seorang wanitapun yang bertelanjang dada kecuali dia! Tapi
dia terdengar begitu bahagia saat mengatakan itu semua hingga membuatku
hanya diam saja dan cuma mengangguk.
"Kamu perhatikan teman priaku
menggerayangi dadaku tadi? Aku harap kamu melihatnya. Aku tahu kalau itu
membuat kamu horny," ucapnya dengan nada begitu sexy sambil meremas
penisku. Hampir saja aku langsung keluar di celana.
Dengan seringai menggoda, dia
berbalik dan kembali ke pesta. Dia berdansa lagi, meliukkan tubuh
indahnya, membuat roknya terangkat dan mempertontonkan vaginanya.
Aku melangkah menuju ruang makan
untuk menata perasaanku. Aku begitu horny, terangsang hebat, tapi juga
teramat marah. Isteriku telah mempertontonkan seluruh bagian tubuh
terlarangnya pada sekelompok orang yang tak aku kenal dan aku bahkan tak
memiliki keberanian sedikitpun untuk menyikapinya. Entah bagaimana aku
merasa sangat malu karena menjadi terangsang juga. Kuhabiskan waktu
kurang lebih satu setengah jam di dalam ruang makan hingga akhirnya
kuputuskan untuk kembali ke ruang keluarga, kembali ke pesta, berharap
suasana akan jadi sedikit mereda.
Hal pertama yang aku saksikan
adalah Maggie yang kembali berdansa. Kali ini bra yang dia pakai sudah
terangkat naik hingga lehernya, mungkin oleh salah satu teman prianya
dan dia tak ambil pusing untuk membenarkan letaknya kembali ataupun
melepaskannya. Payudaranya terlihat mempesona, sedikit lebih besar dari
Susan, namun putingnya lebih kecil lagi. Dia tengah berdansa dengan
seorang pria yang hanya memakai boxer saja dan kelihatannya pria itu
sedang berusaha melepaskan turun perlahan jeans yang dipakai Maggie.
Dengan perasaan ngeri, aku
palingkan wajah mencari dimana Susan berada. Dia sedang berdiri
dihadapan beberapa pria yang duduk di kursi. Richard duduk di kursi
kesukaanku dan bahkan dari jauh seberang sini aku bisa melihat bagian
depan boxernya begitu menonjol.
Susan sedang bicara, tapi hampir
semua pria itu memandangi payudara telanjangnya, yang selalu terguncang
setiap dia bergerak. Richard terlihat balas berbicara, lalu tertawa dan
Susanpun mulai tertawa juga. Hampir semua pria di depannya mulai bicara
dengan semangat. Musik yang terdengar terlalu keras untuk bisa
mendengarkan apa yang tengah mereka perbincangkan, tapi kelihatannya
mereka sedang menggoda Susan. Susan menggelengkan kepala, membuat
rambutnya tersibak. Dia tampak begitu sexy, berdiri di sana dengan
rambut menututpi wajahnya, payudaranya berdiri tinggi dan kencang di
dadanya.
Setelah beberapa kali bicara,
Richard yang tadinya berdiri tiba-tiba duduk di kursinya dan Susan duduk
di pangkuan Richard. Dia duduk diujung lutut Richard, tapi kemudian
mengatur posisinya dan beringsut naik ke pangkuan Richard. Dia tertawa
dan kembali bicara dengan pria lainnya, hingga tiba-tiba dia berhenti,
terlihat menahan nafas. Para pria lainnya bersorak riuh rendah hingga
bisa kudengar dari tempatku berada, tapi bukannya tertawa, isteriku
mulai tersenyum saja.
Meskipun rok yang dia pakai
menghalangi pandanganku, aku sangat yakin kalau Richard sedang
menyetubuhi isteriku. Dia menyetubuhinya dengan batang penis besarnya
tepat didepan mataku dan juga di hadapan para pria yang bersorak riuh
itu. Saat aku masih terkesima menatap mereka, Richard mulai merabai
payudara Susan, meremasnya dan memilin kedua putingnya bergantian. Mata
isteriku terpejam dan kulihat dia mendesah dan tiba-tiba saja terlihat
berusaha untuk bangkit dari pangkuan Richard. Dengan main-main dia
tepiskan tangan Richard dari payudaranya dan perlahan dia berdiri.
Para pria di sekelilingnya mulai
menggerutu protes, tapi Richard hanya mengangkat kepalan tangannya
menandakan keberhasilannya. Susan tertawa tergelak melihat polah tingkah
teman-teman prianya itu dan menoleh ke arahku. Dia melihatku sedang
memperhatikan dan mulai bergerak menuju ke arahku, roknya yang terkibas
seiring ayunan langkahnya, memberikan sebuah tontonan keindahan
pantatnya pada semua orang yang dia lalui.
"Apa yang terjadi di sana tadi?" tanyaku cepat, berusaha terdengar marah tapi kelihatannya hanya nada bingung yang keluar.
"Apa? Oh, yang disana tadi? Oh,
sayang, bukan apa-apa. Richard dan beberapa temanku yang lain bertaruh
denganku jika aku duduk dipangkuan Richard, apa dia bisa memasukkan
penisnya ke dalam vaginaku tanpa menggunakan tangannya, apa tidak. Jadi
aku lalu duduk dipangkuannya dan dia mencobanya."
"Apa – apa dia berhasil?" sahutku penasaran.
"Well, ya, sedikit. Aku tidak
pakai celana dalam, jadi dia berusaha mendorongkan ujung penisnya
melewati boxernya dan dia arahkan tepat ke belahan vaginaku. Dia mulai
meyodok naik turun, tapi itu hanya beberapa kali saja. Jangan khawatir
sayang, itu hanyalah sebuah taruhan saja. Setelah jelas kalau dia
menang, aku langsung berdiri."
Aku hanya menatapnya dan dia
meneruskan, "Itu bukan masalah besar, sayang. Janganlah khawatir!" dia
berikan senyum lebarnya padaku lalu melangkah menjauh. Aku terpaku dalam
kebisuan. Isteriku baru saja menceritakan padaku, tepat setelah aku
menyaksikannya, bahwa dia baru saja disetubuhi oleh seorang pria lain
dan dia berharap agar aku tak perlu merisaukannya. Bahkan yang lebih
buruk lagi, cara dia mengucapkannya, aku hampir percaya kalau itu
benar-benar bukanlah masalah besar.
Tak berapa lama kemudian Susan
kembali berdansa dengan Maggie. Sekarang, hampir seluruh wanita hanya
memakai pakaian dalamnya saja dan beberapa dari mereka juga bertelanjang
dada seperti isteriku. Maggie sekarang hanya pakai celana dalam saja.
Semua pria sudah hanya memakai boxer saja dan kesemuanya memperlihatkan
ereksi mereka yang sama sekali tak bisa ditutup-tutupi. Kurasa kalian
tak bisa menyalahkan mereka, karena mereka dikelililingi para wanita
yang hanya berpakaian dalam dan bahkan bertelanjang dada saja. Tapi
hampir semua perhatian tertuju pada isteriku yang setengah telanjang,
menari dengan begitu gembira, menggoyangkan payudaranya dan terkadang
juga sedikit mempertontonkan pantat dan vaginanya.
Aku mulai perhatikan kalau
beberapa orang sudah mendapatkan pasangannya masing-masing. Jumlah orang
di ruang utama sudah jauh berkurang dari sebelumnya, yang berarti
mungkin saja mereka tengah bersetubuh di ruangan yang lainnya. Bahkan di
ruang keluarga, ada beberapa yang tampak sedang asik masyuk bercumbu di
sudut ruangan. Pesta ini tengah berada di ambang perubahan pada sebuah
pesta seks.
Isteriku juga tak membantu semua
orang agar lebih 'reda'. Dia dan Maggie menari dengan begitu
merangsang, menggoyangkan pinggul mereka hingga menyedot semua perhatian
para pria. Payudara telanjang mereka, terpampang bebas dihadapan mata
semua orang, terayun, terguncang oleh setiap liukan tubuh keduanya.
Dua orang pria, Tim dan Mark,
kembali bergabung dengan keduanya. Kali ini sudah tak ada lagi batasan
sama sekali. Kedua pria itu bergerak merapat erat pada mereka yang terus
asik mengobrol dan tertawa. Kusaksikan tangan Tim bergerak ke balik rok
Susan. Segera saja Susan menoleh dengan raut wajah terkejut, tapi
kemudian Tim membisikkan sesuatu di telinganya dan isteriku tersenyum,
memutar matanya dan kembali menghadap ke arah Maggie. Tim mulai
menggerayangi payudara Susan yang kini mulai menggesekkan pantatnya pada
selangkangan Tim.
Susan membungkuk ke depan dan
berbisik di telinga Maggie. Maggie terlihat tercekat dan memandang ke
bawah pada rok Susan dan kemudian disusul suara tawa panjangnya. Aku tak
tahu apa yang terjadi di sana, tapi kemudian tangan Maggie menjulur ke
bawah untuk meraih ujung rok Susan dan mengangkatnya naik. Batang penis
Tim tertancap dalam vagina Susan – dia menyetubuhinya saat keduanya
berdansa rapat. Susan dan Maggie mulai tertawa lagi dan Maggie kemudian
menyandarkan tubuhnya pada Mark di belakangnya dan membisikkan sesuatu
di telinga Mark seraya masih saling bergoyang rapat seirama alunan lagu.
Mark menyeringai dan mengangguk, kemudian tangannya bergerak ke bawah
untuk menyingkap celana dalam Maggie ke samping, memperlihatkan
vaginanya yang berambut lebat. Dia selipkan ujung penisnya ke dalam
Maggie, yang segera saja mendesah dan membalas sodokan Mark dengan
mendorongkan pantatnya ke belakang. Mereka mulai bersetubuh tepat di
hadapan Susan dan Tim.
Kelihatannya mereka sedang
berlomba untuk melihat siapa diantara kedua pria itu yang mampu bertahan
lebih lama. Susan dan Maggie terlihat begitu bersemangat menyetubuhi
masing-masing pria pasangannya dan dari tempatku berdiri keduanya saling
melemparkan ejekan diantara dentuman suara musik yang keras. Aku hanya
menyaksikan, tanpa perasaan, saat isteriku tengah disetubuhi dari arah
belakang.
Beberapa menit berselang, tubuh
Tim mengejang dan mulai mengocok dengan cepat dan keras.Tiba tiba saja
dia mengumpat dan mulai meremas payudara Susan dengan kasar dan beberapa
saat berikutnya dia menarik tubuhnya menjauh dari Susan. Batang
penisnya berkilat basah dan sekarang sudah lemas usai keluar di dalam
isteriku. Susan mengangkat kedua tangannya mengisyaratkan kemenangan
yang dia raih, lalu dia dan Mark saling melakukan toas. Maggie
mengerang, tapi meskipun perlombaan mereka telah selesai dia tetap
membiarkan Mark terus menyetubuhinya. Susan berjalan menjauh dan agar
pikiranku tak tertuju padanya, aku terus saja menyaksikan Maggie yang
sedang disetubuhi oleh Mark. Tak lama kemudian, tubuh Mark juga mulai
mengejang dan tampaknya dia sudah menyemburkan cairan kenikmatannya di
dalam vagina Maggie. Mark mencabut batang penisnya keluar hingga membuat
spermanya mulai meleleh keluar ke celana dalam Maggie. Maggie
memberikan toas padanya dan kemudian Mark memasukkan batang penis
basahnya ke dalam boxernya kembali dan berjalan menjauh.
Aku tak mampu mempercayainya.
Aku tak dibesarkan dalam didikan dengan cara pandang seks adalah sesuatu
yang biasa saja, tapi baru saja isteriku dengan teman-temannya saling
bersetubuh sebagai bagian dari sebuah perlombaan. Kenapa aku tak
mengetahui kalau isteriku bisa bertingkah laku seperti itu dalam
berpesta?
Aku merasa seperti mau muntah,
segera saja aku bergegas menuju kamar mandi. Kucoba untuk mengeluarkan
apa yang bergolak dalam dada dan perutku, tapi tetap saja tak ada apapun
yang keluar dan akhirnya setelah merasa lebih baikan, aku keluar dari
kamar mandi dan kembali ke pesta.
Orang-orang tampak berkerumun
mengelilingi Susan, sambil berteriak "Pukul pantatnya! Pukul pantatnya!"
Dia berusaha untuk keluar dari lingkaran itu, tapi mereka merapat dan
tak membiarkannya lolos. Richard menangkapnya, mengangkat tubuhnya dan
menggendongnya di bahu. Susan meronta dan berusaha untuk memukul
Richard, tapi jelas terlihat kalau itu hanya main-main saja. Richard
membawa isteriku ke sebuah kursi dengan diikuti oleh semua orang.
Richard duduk dan meletakkan
tubuh Susan di pangkuannya. Kembali Susan meronta, tapi masih tetap
terlihat jelas kalau dia tak bersungguh-sungguh. Richard menyikap roknya
hingga ke pinggang, memperlihatkan bongkahan pantatnya pada semua orang
yang mengerumuni. Dia mulai memukul pantat isteriku diiringi dengan
hitungan dari orang-orang yang mengelilingi. Susan menjerit dan tubuhnya
tersentak dalam setiap pukulan yang dia terima, menjadikan payudaranya
yang tergantung jadi terguncang. Salah seorang pria maju dan memencet
putingnya, membuat Susan semakin menjerit-jerit dan meronta tanpa ampun.
Saat hitungan dari orang-orang
akan masuk yang ke dua puluh enam, Richard memberikan pukulan
terakhirnya pada pantat Susan dan kemudian membiarkannya terlepas pergi.
Susan berdiri dengan wajah merona sangat merah karena jengah tapi tetap
saja tertawa riang. Orang-orang berteriak riuh dan salah satu dari
mereka ada yang berteriak "happy birthday." Susan membungkukkan
badannya, sedikit mengangkat roknya dan kemudian tangannya meraih ke
belakang untuk melepaskan pengait roknya. Dia memeganginya di depan
selangkangannya dan menggoyangkannya maju mundur, menggoda mereka dan
kemudian melemparkan roknya pada Richard.
Semua orang berteriak keras
menyambut perbuatan isteriku yang sekarang sudah telanjang bulat.
Richard mengangkat rok tersebut dan memutarnya di atas kepala, membuat
Susan tak mampu mencegah gelak tawanya dan bertepuk tangan bahagia. Dia
terlihat begitu bersemangat sekaligus sexy, dengan tubuh ramping dan
kencang. Dia melakukan gerakan memutar tubuhnya, memperlihatkan pada
semua yang ada dalam ruangan, vaginanya yang dihiasi rambut kemaluan
terpotong pendek rapi dan juga keindahan payudaranya yang membulat
kencang dengan kedua puting besar dan mencuat keras ke depan. Kemudian
dia melangkah keluar dari kerumunan dan berjalan menuju ke ruang makan
untuk mengambil sebotol bir lagi.
Aku tahu itu sudah tak ada
bedanya sekarang ini, karena semua orang toh sudah melihat tubuh
telanjangnya dari tadi meskipun hanya sebentar-sebentar dan juga telah
dua orang pria yang menyetubuhinya, tapi ternyata melihatnya telanjang
bulat dihadapan semua orang sekarang ini mampu membuatku merasa terbakar
api cemburu yang sangat besar. Aku merasa geram pada diriku sendiri
yang tak mampu melakukan apapun tentang semuanya ini.
Beberapa saat berikutnya dia
kembali ke ruang keluarga dan berdansa serta mengobrol dengan
teman-temannya lagi. Sekarang aku sudah kehilangan ereksiku dan kepalaku
terasa berputar karena banyaknya alkohol yang aku minum dari tadi.
Badanku terasa tak karuan dan aku hanya ingin merebahkan tubuhku di
kasurku yang nyaman di dalam kamar.
Aku masih berusaha tetap di
pesta untuk beberapa lamanya lagi, siapa tahu akan ada sesuatu yang
terjadi lagi, tapi kelihatannya suasana sudah mencapai klimaksnya tadi
dan kini mulai mereda. Belum ada seorangpun yang pulang, tapi mereka
terlihat sudah mulai merasa lelah. Aku berjalan menghampiri Susan dan
mengatakan padanya kalau kepalaku terasa pusing dan akan naik ke kamar
untuk tidur. Dia terlihat sedikit cemas tapi aku katakan padanya agar
tak perlu merisaukanku dan menyuruhnya untuk terus bersenang senang
dengan teman-temannya.
Aku rebah di atas kasur untuk
beberapa jam berikutnya, mendengarkan semua yang tengah berlangsung di
lantai bawah. Dari dalam kamarku, tak banyak yang bisa aku dengarkan,
kecuali untuk beberapa jeritan dan suara tawa keras. Kupikir dengan
pergi ke kamar akan mengurangi rasa gelisah serta cemburuku, tapi
ternyata sekarang semakin bertambah parah saja, karena aku hanya bisa
membayangkan saja tentang semua yang mungkin akan dilakukan isteriku
dengan teman-temannya.
Setelah apa yang kurasakan tanpa
akhir, mulai kudengar suara mobil yang menjauhi rumahku dan sekitar
setengah jam kemudian Susan masuk ke dalam kamar. Dia masih tetap
bertelanjang bulat dan langsung melangkah menuju ke kamar mandi di dalam
kamar tidur kami untuk membersihkan tubuhnya. Dan beberapa lama
kemudian dia masuk ke dalam kamar, lalu merebahkan tubuhnya di
sampingku. Dia tahu kalau aku masih terjaga, jadi akupun tak perlu terus
berpura-pura.
"Thank you so much, sudah
mengijinkanku bersenang-senang dengan teman-temanku malam ini, sayang.
Aku tahu kalau kamu tak begitu suka ramainya pesta dan aku sangat
bahagia kamu tak marah padaku," ucapnya.
"Ada yang terjadi lagi setelah aku pergi?" tanyaku, merasa tak yakin ingin mendengar apa yang terjadi.
"Tak banyak. Kami hanya bercanda
dan bersenang-senang." Dia terdiam untuk beberapa lama. Lalu dia meraih
batang penisku dan mulai membelainya dari balik boxerku.
"Kamu masih ingat taruhan yang
aku lakukan dengan beberapa teman priaku tadi? Well, beberapa orang
membicarakannya setelah kamu pergi dan Richard mengeluh bahwa dia sudah
menang tapi sama sekali tak mendapatkan hadiah. Dia ingin memasukkan
penisnya ke vaginaku lagi. Kubilang tidak pada awalnya, tapi dia terus
berusaha merayuku, makanya setelah beberapa saat, akhirnya aku menyerah
dan membiarkan dia melakukannya."
"Kamu – kamu biarkan dia melakukannya?" tanyaku.
"Well, dia sudah melakukannya
sebelumnya dan juga memang dia kan yang menang, jadi kupikir aku akan
memberikan hadiahnya dengan membiarkannya menyetubuhiku sekali lagi.
Jadi aku duduk di pangkuannya dan dia masukkan penis besarnya ke dalam
vaginaku lagi. Dia hanya mengocoknya beberapa saat dan langsung
ejakulasi di dalamku dan lalu aku langsung berdiri. Itu cuma sebentar
saja kok sayang dan juga kami hanya main-main saja. Seharusnya kamu
melihatnya sayang, itu akan sangat membuatmu sangat horny."
"Apa itu saja yang terjadi?" kejarku. Dia keluarkan penisku dari dalam boxer dan mulai mengocoknya pelan.
"Well, beberapa teman priaku
menonton kami dan mereka bilang tak adil kalau hanya Richard saja yang
boleh menikmati aku. Lalu akhirnya beberapa dari mereka melakukannya
juga denganku."
"Berapa – berapa banyak pria lagi?"
"Well, tidak banyak juga. Hanya beberapa dari mereka yang terlalu horny dan itu semua juga cuma main-main saja."
Dia mulai mengocok dengan cepat
dan keras. Aku merasa marah terhadapnya, tapi juga begitu horny hingga
aku tak ingin dia berhenti. Maka aku hanya diam saja.
"Brian terus menerus merajuk,
mengatakan kalau sudah lama dia tak mendapat seks dan setelah dia
melihatku dengan Richard, dia terus membuntutiku dan terus menerus
mencubiti pantatku. Aku pergi ke dapur dan dia berhasil memojokkan aku
ke dinding dan dia tetap terus memohon padaku. Aku jadi merasa terganggu
karena ulahnya, jadi kubilang saja pada dia untuk melakukannya. Dia
langsung mendorongku bersandar pada meja dapur dan langsung menyodokkan
barangnya ke dalam vaginaku dari belakang. Cuma berlangsung beberapa
menit saja dan aku berhasil memaksanya untuk mencabut penisnya sebelum
dia keluar di dalamku."
"Lalu berikutnya, saat aku
sedang bersandar pada meja bar di ruang keluarga, mengobrol dengan
Marry, tiba-tiba Craig muncul di belakangku. Aku tak begitu
mempedulikannya, dan dia sepertinya bisa menyelipkan penisnya begitu
saja ke dalam vaginaku."
Matanya mulai terlihat berbinar dengan pandangan seakan melayang jauh tinggi.
"Oh, sayang, penisnya begitu
besar. Bahkan jauh lebih besar dari miliknya Richard. Dia juga membelai
dan meremasi dadaku dan rasanya begitu nikmat. Aku tak mau dia berhenti,
aku tak ingin dia cuma bertahan sebentar saja, jadi kemudian dia
menyetubuhiku dengan keras untuk beberapa saat lebih lama. Kemudian dia
keluar di dalamku, aku membiarkannya. Itulah akhirnya dan kemudian kami
berdua kembali bergabung dengan yang lainnya kembali. "
"Oh, dan berikutnya Mark dan aku
bercanda tentang dia yang sedang mencari sebuah 'rumah' yang bagus
untuk penisnya dan dia yang sedang 'belanja' untuk memilih seorang
wanita. Dia sudah menyetubuhi Maggie dan Melissa sebelumnya dan dia
bilang kalau seharusnya aku juga menyediakan 'rumah yang terbuka'
untuknya. Jadi akhirnya aku biarkan saja dia masukkan penisnya ke dalam
vaginaku, hanya bercanda saja. Bahkan dia sama sekali tidak memompanya,
itu cuma main-main saja, jadi itu tak masuk hitungan, benar kan sayang?"
"Kurasa tidak," jawabku lirih.
"Seharusnya kamu tidak pergi
tidur begitu cepat, sayang," dia merajuk. "Aku tadi memberimu
pertunjukan yang spesial. Semua orang melihatku telanjang dan mereka
memegang dada dan mencubit pantatku juga. Kamu suka melihat itu, kan
sayang? Bukankah kamu suka melihat mereka meraba dan menyetubuhi aku dan
juga menumpahkan spermanya di dalam vaginaku?"
Itu hal terakhir yang mampu aku
terima. Aku ejakulasi, lebih hebat dari semua yang pernah aku alami
sebelumnya. Tapi segera saja aku merasa menyesalinya, karena itu
menjadikanku seolah menikmati isteriku disetubuhi dengan bebasnya oleh
sekumpulan pria, yang sebenarnya itu semua membuatku marah. Tapi bahkan
setelah berejakulasi, aku hanya terdiam kembali.
"Aku rasa, kamu memang
menyukainya," gumamnya. Dia membalikkan tubuh dan menarik selimutnya
menutupi tubuhnya. "Selamat malam, sayang."
Aku terbaring di atas ranjang
untuk berapa lamanya, aku tak tahu, menatap langit-langit dan
membayangkan gerangan apakah yang telah kusaksikan semuanya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar